Menutup Tahun 2017 Bersama Gunung Papandayan - Merantau nya saya ke pulau ini, saya pikir akan sulit menemukan
tim untuk meneruskan cerita pendakian gunung. Ternyata prakiraan saya meleset. Hingga
hari ini pun, saya sangat berterima kasih kepada kawan-kawan yang sudah berjalan
bersama saya melakukan pendakian beberapa gunung di Pulau Jawa dan Lombok. Ternyata
lebih banyak teman pendaki disini, pun gunung bertebaran dari barat hingga
timur Jawa. Instagram pun mengenalkan saya pada #opentrip, #caribarengan,
#sharecost, dan akun informasi update gunung. Media sosial benar-benar berperan
aktif dalam hal ini.
Pendakian Gunung Papandayan ini adalah pendakian
pertama saya di pulau ini. Saya agak deg-degan, bertanya-tanya apakah sensasinya
akan berbeda dibanding dengan pendakian di Sumatra Barat. Dingin nya bagaimana?
Track nya bagaimana? Biaya nya pun bagaimana? Saya yang belum lengkap gear
pendakian ini agak panik, mengingat saya jauh dari rumah.
Tahun 2017 nan sendu kala itu ditutup dengan pendakian
ceria. Yap, pendakian Gunung Papandayan secara umum tergolong untuk pemula,
bahkan dinobatkan sebagai gunung wisata.
Sudah kebayang ini biaya masuknya berapa karena status
nya sebagai wisata. Lokasi nya berada di Kabupaten Garut dengan tipe gunung api
strato.
Bersama sahabat yang sudah dikenal dan beberapa yang
baru saja bertemu, kami mulai pendakian ini ketika musim libur akhir tahun
tiba. Dengan menyewa sebuah mobil kami berangkat ke Garut pada tengah malam. Jalanan
masih sepi. Hingga barulah lepas Subuh kami mulai menyusuri jalanan kecil
Kecamatan Cisurupan menuju pos wisata Gunung Papandayan. Matahari pagi di
perjalanan kesana sangatlah indah, berwarna merah bata yang saya kira adalah
cahaya sunset. Beneran indah.
Sesampainya di pos pendaftaran, kami bayar
administrasi terlebih dahulu. Ini beneran biaya masuk gunung termahal. Satu orang
dikenakan tidak kurang dari 60rb-70rb, belum biaya nginap mobil juga dengan
harga serupa. Sejenak sebelum mulai pendakian, kami bersih-bersih dan packing
ulang. Sejenak kami nikmati spot berfoto yang sudah di buat pengelola. Ya jadi
maklum dengan harga tadi pun fasilitas sudah sangat baik.
Hal yang menjadi agak lucu bagi saya adalah saat
beberapa rombongan lain dengan santai memakai pakaian yang samasekali tidak
terlihat seperti akan melakukan pendakian lalu camping. Ohiya, baru tersadar
bahwa ini adalah gunung wisata, yang mana bisa ditempuh dengan pergi dan pulang
dalam satu hari. Oke.
Di awal pendakian akan dijumpai jalan aspal lalu anak-anak
tangga yang sudha dibuat sedemikian untuk para ‘wisatawan’. Sesampainya di area
yang ada bangunan toilet nya kami pun berhenti sejenak. Sekeliling terlihat
bekas dari letusan dari entah kapan tahun yang katanya sangat dahsyat itu. Dari
letusan itulah tercipta Gunung Papandayan beserta kawah-kawahnya yang saat ini.
Track berikutnya kita tetap disuguhi oleh anak-anak
tangga yang sudah dirancang bahkan untuk jalur sepeda motor warga yang
berjualan di atas sana. Bau belerang sangat menyengat di area ini jadi bagi
teman sekalian yang datang ke Papandayan, silakan siap siaga membawa masker ya.
Sekitar hampir satu setengah jam berjalan santai, kita
akan menemui jalur tanah yang kiri atau kanan nya adalah bukit, lebar jalannya
cukup untuk dua orang. Kemudian barulah bertemu dengan jalan yang lebar nya
hampir sama dengan lebar jalan raya muat dua mobil. Artinya sangat lapang untuk
berpapasan. Terakhir barulah beberapa menit kemudian akan melewati pepohonan
rimbun namun tidak terlalu panjang jalurnya hingga sampai di Pondok Saladah,
area camping. Kami dirikan tenda di tengah-tengah pepohonan gersang dikarenakan
di Pondok Saladah sudah hampir penuh mengingat sedang libur Natal dan Tahun
Baru. Ohiya, di area Pondok Saladah ini
mudah sekali dijumpai Edelweis.
Summit
Tegal Alun
Melewati malam yang cukup panjang karena terasa begitu
dingin sekali, saya sukses bertahan ke hari berikut nya. Kami mulai kembali
perjalanan untuk summit ke Tegal Alun. Melewati Hutan Mati, kami terus naik ke
puncak, ke Tegal Alun. Track nya cukup menantang karena hanya bisa dilewati
oleh satu orang. Terlebih pun ada beberapa spot yang kiri kanan cukup curam
dengan bebatuan, spot ini berada tepat berada sesaat sebelum ditemui Tegal
Alun. Saya ingat sekali ketika itu ada satu keluarga, memboyong orangtua nya
untuk naik ke Tegal Alun. Semangat saya selalu terpacu melihat suasana ini,
Bapak/Ibu ini sudah berumur tapi masih semangat untuk muncak.
Akhirnya kami sampai di Tegal Alun. Luar biasa!
Hamparan Edelweis berkelompok-kelompok seluas-luasnya. Sudah berasa seperti
teletabis berada di bukit-bukit kecilnya nan hijau, berlarian kesana-kemari. Kami
nikmati hamparan Edelweis nan syahdu ini barang agak sejenak dengan berfoto-foto.
Kemudian kami turun kembali ke Pondok Saladah untuk bergegas packing kembali ke
kota.
Salam hangat,
Soniaaa.
0 silakan tinggalkan komentar ya teman pembaca :)
silakan boleeh komentar yaa