Summit attack - Mt Marapi! - Halohaa, saya ngerasa gak bosan-bosan untuk berlelah-lelah mendaki gunung. Kenapa? memang ternyata kenikmatan ketika sampai di puncak sudah ngebayar semua rasa capek ketika on going ke summit attacknya. Luar biasa, I just can say it. Subhanallah.
Sehabis pulang dari Bekasi, saya ikut teman-teman satu jurusan untuk pendakian ke Gunung Marapi. Begitu excitednya saya karna akhirnya bisa ikut rombongan padahal sebelumya sudah planning untuk pendakian ke Merapi ketika 17-an nanti. Kebetulan dan sepertinya memang izin dari yang Diatas, Alhamdulillah bisa menapaki tanah Merapi.
Pendakian kali ini saya mengajak teman lama saya dari SMA yang kebetulan juga ingin bergabung. Iqbal—biasa saya sebut babul—pun juga mengajak seorang temannya lagi. Lumayan anggota menjadi semakin banyak. Kami beranjak dari basecamp sekitar sore hari padahal sudah persiapan dari pagi. Karna banyak urusan sana-sini pun perlengkapan masih kurang jadinya berangkat kesorean.
Kami nyampe di posko lepas Magrib dan pencahayaan tentu sudah kelam. Berhubung ada rombongan pendaki lain yang memaksakan diri untuk naik malam hari itu, kami pun juga mengikut beranjak naik menyusul mereka. Sebenarnya saya nggak setuju naik malam hari karna mengingat kondisi juga tidak begitu fit. Namun karna bersama rombongan saya mesti sabar dan tetap ikut naik.
Pendakian malam itu sungguh berat bagi saya terlebih saya juga hampir menderita hipotermia. Yah, memang saya gampang sekali kedinginan. Beruntung saya memakai jaket jeans tebal juga memakai 2 lapis baju ketika itu. Lumayan untuk menahan dinginnya angin malam gunung. Tengah malam buta ketika hampir mendekati cadas kami memutuskan untuk makan bersama. Semua teman saya mengeluh kelaparan karna ketika berangkat sore harinya sudah dengan perut keroncongan. Iqbal juga membawa coklat jadinya saya dan yang lain bisa ngemil biar bisa ngilangin dingin.
Sekitar pukul 3 pagi tenda-tenda sudah berdiri dan kami memutuskan untuk beristirahat sejenak hingga pukul 5 pagi. Koorlap sungguh teganya nyuruh bangun lagi 2 jam setelah tidur. Duh duh...
Ekspektasi sih ekspektasi, ehtapi realitanya sekita pukul 11 siang baru bisa naik lagi untuk summit attack. Hmm, cadas merapi ‘lumayan’ berat, tetapi cadas Gunung Singgalang lebih menyeramkan bagi saya mungkin karna pertama kali melakukan pendakian ketika itu.
Summit Attack Marapi
Siang terik di puncak Marapi membuat kami lumayan betah. Kegiatan mengabadikan moment tentu tidak ketinggalan bagi kami. Jalan selangkah lalu foto, jalan lagi foto lagi, haha. Maklum kan momentya langka, belum tentu bisa kembali lagi. Hihi. Iqbal yang niatnya ternyata untuk foto-foto pake tulisan-tulisan gitu—saya di palakin untuk ngebuat tulisannya, t.t—ngebuat saya jadi fotografer dadakan lagi. Ehtapi saya juga ikutan nimbrung untuk jepret-jepret, yippii ngambil foto untuk postingan ini. Bakalan ada banyak foto nanti, kalo agak load lama dimaafin yah. Hehe.
Di puncak Marapi ada banyak bebatuannya, jadi kalo jalan mesti hati-hati juga. Saya kebetulan pake sepatunya Irma khusus untuk pendakian. Thanks to Irma, saya jadi endorse dadakan hihi. Di puncak dinginnya nggak kalah sama di cadas lho. Meski terik tapi tetap hawa udara dingin selalu menyapa. Saya pake kerudung yang dijadikan syal gitu ditambah pake sebo plus kaos berlapis jaket jeans semalam (sengaja nggak ganti habis nggak mungkin mandi juga kan), pun tetap dingiin.
Kami juga mengunjungi taman Edelweis. Yuhuuu, akhirnya Edelweis. Di pendakian sebelumnya tidak saya temukan satupun bunga abadi ini. Koorlap sih nggak kasih izin kami para anggotanya untuk metik yang masih di batangnya. Beruntungnya ada Edelweis yang sudah jatuh ke tanah jadinya saya pungut untuk dibawa pulang, nggak apa yah ^^
Summit attacknya udahan. Kami masak-masak lagi di cadas sebelum turun. Berhubung cuaca semakin buruk seperti akan ada badai (hikss) kami memutuskan untuk turun lebih awal dari rencana sebelumnya. Saya dan teman lainnya sudah siap dengan mantel jaga-jaga jika hujan nanti. Dan dugaan ternyata benar. Turun gunung yang paling menyeramkan! Terlebih saya dan beberapa teman dihadang babi. Duuh, paniknya luarbiasa terlebih babinya datang ketika saya melangkah turun. Om zul yang biasa disapa menjerit menyebut nama saya agar tidak melanjutkan perjalanan. Whoaaaah, panik bukan kepalang saya dibuatnya. Saya menggigil karna kaget sih sebenarnya. Haha, dasar gampangan kaget sih. Beberapa saat kami hanya bertahan di tempat tidak berani lanjut sebelum akhirnya si babi pergi. Duh babi plis jangan bikin kagetttt. Huhaaaaa.
Sudah semakin larut, kami tetap memutuskan untuk turun. Kali ini dengan rules nggak ada yang sok duluan pengen cepet-cepet, harus bareng-bareng karna pencahayaan juga sedikit nggak banyak yang bawa senter. Jadinya kami turun pake sistem tali/rantai gitu. Saling pegangan. Cuaca semakin buruk juga soalnya. Hujan deras ngebuat tanah juga jadi lembek tetapi kami mesti terus jalan. Nggak mungkin juga untuk camp di tengah hujan badai itu.
Sudahlah, lelahnya turun Marapi ketika itu sudah cukup ngebuat saya dan teman lainnya untuk tepar. Ohya, teh hangat Capao entah mengapa menjadi nikmat luar biasa sehabis turun. Haha.
Esoknya udah on the way Padang. It was a GREAT journey guys! *berkaca-kaca
Salam semangat untuk pendakian selanjutnya,
Sonia~
0 silakan tinggalkan komentar ya teman pembaca :)
silakan boleeh komentar yaa